Peningkatan Kompetensi Guru dan Pengembangan Diri

Category : Kompetensi Guru

Kegiatan pengembangan diri merupakan bagian dari kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Ada tiga kegiatan PKB yaitu pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif. Pengembangan diri merupakan dasar peningkatan kompetensi sebelum guru melakukan publikasi ilmiah dan karya inovatif. Artinya untuk dapat melakukan publikasi ilmiah dan membuat karya inovatif, guru perlu mendapatkan pelatihan dan mengikuti kegiatan kolektif yang melatih guru untuk membuat karya ilmiah dan karya inovatif.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat telah menyebabkan dunia semakin sempit dan membentuk masyarakat global yang saling bergantung. Dalam tatanan dunia baru yang ditandai dengan persaingan antarbangsa yang semakin ketat, kualitas kehidupan domestik suatu bangsa memainkan peran yang amat penting. Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa depan adalah mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia.

Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu oleh pendidik atau guru profesional. Guru yang bermutu sudah menjadi tuntutan global sebagaimana yang ada dalam dokumen United Nations Sustainable Development Goals 2015–2030 yang mengingatkan bahwa pada tahun 2030 seluruh pemerintahan negara-negara di dunia harus mampu menjamin bahwa siswa-siswa harus dididik oleh guru-guru yang berkualifikasi, terlatih, profesional, dan sosok motivator yang baik. Demikian pentignya faktor guru, maka sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas pada hampir semua bangsa di dunia selalu mengembangkan kebijakan yang mendorong peningkatan guru yang kompeten dan profesional.

Pada tahun 2005, Indonesia memiliki Undang-undang No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) sebagai kebijakan intervensi langsung meningkatkan kualitas komptensi guru melalui kualifikasi Strata 1 atau D4, serta memiliki sertifikat profesi. Dengan memperoleh sertifikat profesi, guru berhak mendapatkan tunjangan profesi sebesar 1 bulan gaji pokok guru. Kebijakan dalam UUGD ini pada dasarnya meningkatkan kualitas kompetensi guru sebagai faktor yang langsung terhadap peningkatan kesejahteraan, yaitu tunjangan profesi. Setelah mekanisme sertifikasi guru menginjak 7-8 tahun, muncul pertanyaan yang mempersoalkan dampak program sertifikasi guru terhadap peningkatkan kompetensi dan kinerja guru.

Pelaksanaan sertifikasi guru di Indonesia dimulai pada tahun 2007 setelah diterbitkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan. Tahun 2015 merupakan tahun kesembilan pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan.

Adanya kebijakan sertifikasi guru, pemerintah membawa misi untuk mendorong kualitas kinerja guru, sedangkan bagi sebagian besar guru memandang sertifikasi profesi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan (Sudarma, 2013). Dengan adanya perbedaan tersebut, maka upaya peningkatan kompetensi dan kinerja guru menjadi tidak optimal.

Konsep kompetensi menjadi bagian penting dari pendidikan, ekonomi, sosial, politik, dan budaya di beberapa negara. Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat (10), berbunyi:

“Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya”

Wujud profesional atau tidak seorang guru diwujudkan dengan sertifikat pendidik. Hal ini sesuai dengan penjelasan pasal 1 ayat (12) yang menyatakan bahwa:

“Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional”

Sementara menurut Broke & Stone mengemukakan bahwa kompetensi sebagai ” …descriptive of qualitative nature of teacher behavior appears to be entirely meaningfull ” (Mulyasa, 2013: 62). Artinya kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru atau tenaga kependidikan yang tampak sangat berarti.

Melihat pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.

Peningkatan kompetensi guru dapat terwujud dengan baik apabila sekolah sebagai organisasi pendidikan bisa melaksanakan pengembangan diri dengan prosedur yang benar yaitu

  1. Melakukan analisis kebutuhan pelatihan dan pengembangan,
  2. Menentukan tujuan pelatihan dan pengembangan,
  3. Melaksanakan program pelatihan dan pengembangan, dan
  4. Melakukan evaluasi dan modifikasi pelatihan dan pengembangan.

Selain itu, motivasi guru untuk maju juga merupakan kunci keberhasilan peningkatan kompetensi guru yang meliputi kompetensi: pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial.

Pengembangan Diri

Kegiatan pengembangan diri harus mengutamakan kebutuhan guru untuk pencapaian standar dan peningkatan kompetensi profesi, khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan layanan pembelajaran. Kebutuhan tersebut mencakup kompetensi menyelidiki dan memahami konteks di tempat guru mengajar, penguasaan materi dan kurikulum, penguasaan metode pembelajaran, kompetensi melakukan evaluasi peserta didik dan pembelajaran, penguasaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), atau pun kompetensi lain yang relevan.

Pengertian pengembangan diri adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk meningkatkan profesionalisme diri agar memiliki kompetensi profesi yang sesuai dengan peraturan perundang- undangan, yaitu agar mampu melaksanakan tugas pokok dan kewajiban dalam melaksanakan proses pembelajaran/pembimbingan, termasuk pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah (Priatna & Sukamto, 2013).

Berdasarkan Permenneg PAN dan RB No. 16 Tahun 2009, kegiatan pengembangan diri dilakukan dengan 2 macam cara yaitu pendidikan dan pelatihan (diklat), dan kegiatan kolektif guru. Diklat fungsional adalah kegiatan guru dalam mengikuti pendidikan dan latihan yang bertujuan untuk mencapai standar kompetensi profesi dan meningkatkan keprofesian untuk memilki kompetensi di atas standard dan dalam kurun waktu tertentu. Kegiatan ini dapat berupa kursus, pelatihan, penataran, maupun berbagai bentuk diklat yang lain. Guru dapat mengikuti kegiatan diklat fungsional atas dasar penugasan, baik oleh kepala sekolah/madrasah, atau institusi yang lain seperti Dinas Pendidikan, atau organisasi profesi seperti Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), atau karena inisiatif guru itu sendiri.

Adapun kegiatan kolektif guru adalah kegiatan dalam mengikuti pertemuan ilmiah atau kegiatan bersama yang bertujuan untuk mencapai standar atau di atas standar kompetensi profesi yang telah ditetapkan. Kegiatan kolektif guru tersebut meliputi:

  1. Kegiatan lokakarya atau kegiatan kelompok guru seperti Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS), ataupun sejenisnya.
  2. Pembahas atau peserta pada seminar, pertemuan ilmiah
  3. Kegiatan kolektif lain yang sesuai dengan tugas dan kewajiban guru, seperti diklat fungsional, dan lain sebagainya (Mulyasa, 2013: 173)

Lebih lanjut mengenai Pengembangan Diri Guru.

Keywords : , , , , , ,